Inflasi gaya hidup dapat diartikan sebagai peningkatan pengeluaran yang beriringan dengan meningkatnya pendapatan, artinya saat seseorang mendapatkan penghasilan yang lebih besar, gaya hidupnya ikut naik. Kenaikan gaya hidup ini dapat berupa hobi liburan mewah, makan di restoran mahal, upgrade gadget terbaru, dan keputusan yang membutuhkan banyak budget lainnya.
Ini bebeda dengan inflasi umum yang berlaku dalam bidang ekonomi, di mana harga barang dan jasa mengalami kenaikan dari waktu ke waktu dan ini berdampak pada daya beli masyarakat. Misalnya harga sembako naik 2x lipat setelah lebaran, tarif transportasi, listrik, atau biaya pendidikan makin mahal. Efek dari inflasi umum lebih luas meliputi masyarakat dalam suatu negara dan inflasi gaya hidup berlaku secara personal dan individu saja.
Inflasi gaya hidup penting untuk dipahami karena akan memengaruhi kondisi finansial dan cara mengelola keuangan. Jika terus dilakukan, inflasi gaya hidup dapat berdampak negatif serta berujung pada penyesalan.
Tidak hanya sementara, tapi efek jangka panjang dari kebiasaan menuruti inflasi gaya hidup dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Beberapa dampak negatif dari inflasi gaya hidup antara lain:
Inflasi gaya hidup memiliki jenis-jenis tersendiri. Jika disikapi dengan benar, inflasi ini bisa membawa efek positif dan jika tidak, akan ada efek negatifnya.
Contoh inflasi gaya hidup yang positif adalah ketika seseorang membeli gadget baru demi kebutuhan produktivitasnya, sehingga menghasilkan dampak baik pada pekerjaan. Bisa juga ketika karyawan pindah kos atau tempat tinggal yang lebih dekat dengan kantor, sehingga bisa hemat waktu dan biaya transportasi.
Dampak positif ini bisa terlihat dari efek efisiensi dan peningkatan kualitas hidup secara realistis, bukan hanya dari kenyamanan atau validasi dari orang lain.
Untuk jenis inflasi yang negatif, bisa dilihat dari keputusan seseorang yang baru naik jabatan dan gaji langsung mengambil kredit mobil mahal tanpa perhitungan matang. Bisa juga dari cara belanja barang bermerek hanya untuk pencitraan di media sosial. Akibatnya, pengelolaan keuangan terganggu, tabungan kosong, bahkan bisa berujung hutang.
Selain kenaikan gaji atau tekanan sosial akibat gengsi, inflasi gaya hidup juga mungkin terjadi karena minimnya literasi finansial seseorang. Sehingga tidak menyadari pentingnya menabung, investasi jangka panjang, dan membeli sesuatu dalam batas wajar.
Tidak mengetahui cara mengatasi kebiasaan konsumtif pun dapat berperan pada inflasi gaya hidup dan kehadiran media sosial yang menjadi ajang pamer kesuksesan juga menjadi pemicu. Jadi, seseorang mudah terpengaruh dan terdorong membeli meskipun dirinya tidak mampu. Ditambah lagi dengan pemasaran atau iklan yang menggiurkan, banyak promo flash sale, diskon besar dan edisi terbatas yang memancing daya tarik orang banyak. Pembelian impulsif akibat algoritma digital ini bisa menjadi jebakan tersembunyi.
Inflasi gaya hidup bisa dihindari jika seseorang sudah menyadari bahayanya bagi masa depan. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah:
Agar terhindar dari inflasi gaya hidup dibutuhkan pengendalian diri dari konsumsi emosional, kadang Anda belanja bukan karena membutuhkan, namun factor stress, bosan atau validasi sosial dapat memicu Tindakan impulsive yang membuat Anda sulit membedakan mana kebutuhan dan keinginan
Kami akan segera merespon pesan Bapak/Ibu pada jam operasional kami.
Error:
Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Kunjungi laman menarik lainnya:
Tentang Manulife
Manulife Indonesia melayani sekitar 2 juta nasabah di Indonesia