Di tengah pandemi COVID-19 yang masih belum juga usai, kesadaran memiliki Asuransi di Indonesia ternyata perlahan makin meningkat. Hasil Manulife Asia Care Survey pada November 2020 lalu menunjukkan 43% responden dari Indonesia menyatakan telah berinisiatif mencari informasi seputar produk dan layanan asuransi dalam rangka merespons pandemi.
Setali tiga uang, survei yang dilakukan oleh lembaga riset AC Nielsen juga menyebutkan, kesadaran masyarakat Indonesia di kota-kota besar untuk memiliki produk Asuransi jiwa mencapai 24%. Angka itu tidak terlalu jauh dengan Singapura yaitu 26%. Kenaikan kesadaran memiliki Asuransi jiwa ini tidak bisa dilepaskan dari situasi ketidakpastian yang makin tinggi dan meningkatnya risiko kematian akibat pandemi COVID-19 yang telah merenggut jutaan korban di seluruh dunia.
Keberadaan Asuransi jiwa akan membantu kita mengelola risiko kerugian finansial yang mungkin terjadi yang bisa mengguncang stabilitas keuangan keluarga. Di tengah ancaman wabah penyakit infeksius seperti COVID-19, risiko kerugian itu makin besar seiring seiring risiko kematian yang meningkat. Dengan memiliki Asuransi jiwa, keluarga yang ditinggalkan bisa memiliki bekal finansial yang memadai berupa Uang Pertanggungan (UP) untuk melanjutkan hidup ketika tiba-tiba pencari nafkah keluarga meninggal dunia. Namun, bagaimana cara mengetahui nilai Uang Pertanggungan (UP) Asuransi jiwa yang tepat?
Mengetahui berapa kebutuhan Uang Pertanggungan (UP) yang memadai adalah hal penting supaya kita terhindar dari kondisi under-insured hanya karena nilai proteksi tidak sesuai dengan yang seharusnya.
Untuk mengetahui berapa Uang Pertanggungan (UP) Asuransi jiwa yang sebaiknya dimiliki sesuai kebutuhan dan kondisi finansial, kita bisa mengikuti beberapa cara perhitungan berikut ini.
Pendekatan ini terbilang sederhana yaitu dengan menghitung kebutuhan Uang Pertanggungan (UP) berdasarkan rata-rata pendapatan yang diterima setiap bulan yang disetahunkan, lalu dikalikan dengan jangka waktu dana tersebut bisa menopang kehidupan ahli waris. Metode ini tidak memperhitungkan pertumbuhan dana di masa depan ataupun faktor inflasi.
Contoh penghitungannya, Budi adalah pencari nafkah satu-satunya dalam keluarga dan menanggung kehidupan istri dan satu anak berusia 8 tahun saat ini. Penghasilan Budi mencapai Rp10 juta per bulan. Budi ingin memproteksi penghasilannya dengan Asuransi jiwa setidaknya hingga si anak berusia 23 tahun, yaitu usia di mana anak dianggap sudah bisa mencari pendapatan sendiri. Dengan begitu, jangka waktu proteksi Asuransi jiwa yang dibutuhkan Budi mencapai 15 tahun. Artinya, Uang Pertanggungan yang dibutuhkan adalah Rp10juta perbulan selama 15 tahun yakni Rp1,8 miliar.
Pendekatan ini memperhitungkan pendapatan setiap bulan yang disetahunkan dan memasukkan pula asumsi pertumbuhan dana. Diharapkan, Uang Pertanggungan (UP) akan ditempatkan di sebuah instrumen investasi yang memberikan pendapatan sebesar penghasilan yang diproteksi.
Mengacu pada imbal hasil Obligasi Ritel Indonesia (ORI) terakhir yaitu ORI019 yang memberikan return 5,57% per tahun, maka jumlah Uang Pertanggungan yang dibutuhkan adalah sebesar Rp10 juta perbulan selama setahun dibagi 5,57% yakni Rp2,15 miliar.
Dari contoh ini, maka kelak kala Uang Pertanggungan (UP) keluar maka ahli waris akan menempatkan dana tersebut dalam instrumen rendah risiko seperti ORI di mana imbal hasil tetap per bulannya bisa digunakan untuk menutup kebutuhan ahli waris.
Baca Juga: Dana Darurat, Asuransi atau Investasi: Mana yang Lebih Penting Didahulukan?
Metode ini lebih kompleks karena fokus pada pemenuhan kebutuhan biaya hidup ahli waris termasuk kebutuhan spesifik seperti dana pendidikan anak dan lain-lain. Pendekatan ini juga memperhitungkan nilai Asuransi jiwa yang sudah dimiliki Tertanggung.
Sebagai contoh, dalam kasus Budi, kebutuhan hidup anak dan istri masing-masing mencapai Rp3,5 juta per bulan. Sedangkan kebutuhan dana pendidikan anak hingga pendidikan tinggi mencapai Rp1,5 miliar. Diketahui pula bahwa Budi sudah memiliki Asuransi jiwa dari tempat kerja senilai Rp500 juta dan nilai aset sekitar Rp500 juta.
Dengan berbagai variabel tersebut, maka kebutuhan Uang Pertanggungan (UP) Asuransi jiwa Budi adalah dengan menjumlahkan perkiraan kebutuhan biaya hidup istri, perkiraan kebutuhan biaya hidup anak hingga usia anak mandiri, dan dana sekolah anak hingga pendidikan tinggi. Kemudian hasilnya dikurangi dengan Nilai UP Asuransi jiwa dari kantor dan nilai aset yang bisa dicairkan.
Itulah cara menghitung kebutuhan Uang Pertanggungan (UP) Asuransi jiwa yang bisa kamu ikuti. Tidak sulit, bukan? Dengan mengetahui berapa Uang Pertanggungan (UP) yang kamu butuhkan secara memadai, risiko keuangan keluarga bisa terkelola lebih baik.
Kami akan segera merespon pesan Bapak/Ibu pada jam operasional kami.
Error:
Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Kunjungi laman menarik lainnya:
Kami akan segera merespon pesan Bapak/Ibu pada jam operasional kami.
Error:
Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Kunjungi laman menarik lainnya:
Manulife Indonesia melayani lebih dari 2,5 juta nasabah di Indonesia