Terjadinya pandemi COVID-19 yang sudah menelan banyak korban jiwa dan keterpurukan bagi ekonomi global, sedikit banyak ternyata telah mendorong peningkatan kesadaran akan pentingnya berasuransi. Sejak pandemi melanda, kesadaran masyarakat Indonesia memiliki asuransi meningkat.
Survei Manulife Asia Care November 2020 lalu menunjukkan bahwa di kawasan Asia terdapat peningkatan minat untuk membeli produk asuransi baru, dari 62% ke 71%, sejak survei terakhir pada bulan Mei 2020. Setali tiga uang, data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti dikutip Investor Daily pada Juli 2021 juga menunjukkan bahwa Premi Asuransi Jiwa sepanjang semester I-2021 mengalami pertumbuhan 18,35% dibanding periode sama tahun 2020.
Terlepas dari pertumbuhan ini, kesadaran masyarakat memiliki Asuransi masih perlu didorong. Ini dikarenakan tingkat kepemilikan atau penetrasi Asuransi yang masih rendah di Tanah Air. Menurut OJK, seperti dikutip Bisnis Indonesia mengungkapkan tingkat penetrasi Asuransi pada Juni 2021 baru mencapai 3,11%.
Banyak kalangan yang mungkin sudah memahami pentingnya memiliki Asuransi untuk mengelola risiko-risiko keuangannya. Namun, banyak pula yang masih ragu atau memilih menunda-nunda memilikinya. Padahal, semakin lama kita menunda memiliki Asuransi, itu sama saja membiarkan risiko terjadi terhadap keuangan dan masa depan.
Banyak kasus terjadi ketika seseorang baru memikirkan untuk membeli Asuransi justru ketika hal yang ditakutkan sudah terjadi di depan mata. Bila sudah demikian, tentu sulit bisa menemukan Asuransi yang mau menanggung risiko kerugian tersebut.
Nah, supaya semakin mantap memutuskan berasuransi, yuk simak 4 kerugian yang akan kita alami bila menunda memiliki Asuransi :
Untuk bisa mendapatkan perlindungan Asuransi, kita wajib membayar sejumlah premi kepada perusahaan Asuransi yang bertindak sebagai penanggung risiko. Besaran premi ditetapkan berdasarkan analisis risiko Tertanggung. Beberapa hal yang menjadi variabel penilaian risiko antara lain usia Tertanggung dan kondisi kesehatan. Semakin tua usia Tertanggung, umumnya premi Asuransi akan makin tinggi karena dianggap risikonya lebih besar dibandingkan Tertanggung yang berusia muda. Begitu juga terkait kondisi kesehatan yang bisa dilihat berdasarkan rekam medis, gaya hidup Tertanggung apakah merokok atau tidak, dan lain sebagainya.
Variabel usia juga menentukan premi dalam polis asuransi jangka panjang seperti Asuransi jiwa. Misalnya, kita membeli asuransi jiwa di usia 29 tahun dengan nilai uang pertanggungan Rp1,1 miliar dan masa proteksi 20 tahun. Maka selama 20 tahun ke depan, kita dikenakan premi per tahun, anggap saja sekitar Rp3,08 juta. Sebaliknya, bila kita mengajukan asuransi jiwa di usia 35 tahun dengan nilai pertanggungan dan masa proteksi serupa, bisa dipastikan premi yang dikenakan juga akan lebih tinggi.
Salah satu produk Asuransi jiwa berjangka yang kita bisa pertimbangkan adalah Term Saving Protection dari Manulife. Produk ini memberikan manfaat meninggal dunia berupa 100% UP yang diberikan jika Tertanggung tutup usia dalam masa pertanggungan. Di samping itu, Term Saving Protection juga memberikan manfaat berupa 200% UP jika Tertanggung meninggal karena kecelakaan. Ada pula manfaat akhir kontrak berupa 100% pengembalian Premi jika Tertanggung hidup hingga akhir masa pertanggungan.
Asuransi sejatinya mekanisme mengalihkan atau mentransfer risiko dari kita ke perusahaan Asuransi. Sebagai jasa pengalihan risiko tersebut, perusahaan Asuransi mendapatkan pendapatan premi yang dibayarkan oleh pemilik polis. Dengan memiliki Asuransi, kita membatasi risiko kerugian di angka tertentu yang lebih pasti. Contoh mudah, kita membeli Asuransi kesehatan yang memiliki yearly limit atau batas manfaat tahunan maksimal senilai Rp200 juta.
Untuk mendapatkan manfaat Asuransi itu, kita harus membayar premi senilai Rp1 juta per bulan. Dengan demikian, kita membatasi risiko pengeluaran karena kejadian sakit maksimal Rp12 juta selama setahun untuk mendapatkan manfaat senilai Rp200 juta. Jadi, bila suatu saat kita membutuhkan biaya perawatan yang menghabiskan biaya hingga Rp100 juta, pihak asuransilah yang membayarkannya.
Hal sebaliknya akan berlaku bila kita sama sekali tidak memiliki Asuransi. Dengan kasus yang sama yaitu terjadi kejadian sakit yang membutuhkan biaya hingga Rp100 juta, maka kita harus membiayai sendiri 100% pengeluaran tersebut. Jadi, ayo segera miliki Asuransi agar kita bisa mengelola risiko kerugian yang bisa mengganggu kesehatan finansial.
Baca Juga: Kenal Lebih Jauh FIRE Movement untuk Pensiun Dini
Asuransi sangat berguna membantu kita mengantisipasi kejadian-kejadian yang membutuhkan dana besar. Kejadian sakit yang memerlukan perawatan medis terbaik, kejadian kecelakaan yang menghilangkan kemampuan bekerja, hingga kejadian kematian yang menghentikan sumber penghasilan bagi keluarga yang ditinggalkan, dan lain sebagainya. Bila kita memiliki asuransi, risiko-risiko tersebut dialihkan pada perusahaan asuransi (atau dibagi bila konteksnya adalah produk asuransi syariah). Dengan mengalihkan risiko itu, kita tidak menanggungnya sendiri. Ada kejadian sakit, seperti contoh di atas, kita tidak perlu mengeluarkan biaya perawatan hingga Rp100 juta dari kantong sendiri karena asuransilah yang menanggungnya.
Apa yang terjadi bila tidak memiliki Asuransi? Nah, bagaimana ternyata bila keuangan seseorang tidak mampu menanggung biaya itu sendiri? Ada banyak kasus seperti ini yang ujung-ujungnya menyeret seseorang dalam jebakan utang berbiaya mahal. Ketika keuangan pribadi tidak sanggup membayarnya, acapkali orang berpaling mencari utang agar tetap bisa mendapatkan perawatan yang dibutuhkan. Masalahnya, dalam kondisi mendesak seperti kejadian sakit, kebutuhan biaya juga dituntut cepat tersedia. Akhirnya, banyak juga yang terpaksa berutang pada pinjaman berbiaya mahal karena bisa cepat didapatkan.
Bila sudah begitu, kondisi keuangan pribadi bisa semakin runyam. Mengambil utang berbiaya mahal apabila tidak diperhitungkan secara cermat, berisiko menyeret keuangan kita dalam masalah pelik bahkan kebangkrutan.
Baca Juga: Ingin Lebih Hemat? Yuk, Kamu Wajib Coba Gaya Hidup Frugal
Berinvestasi merupakan salah satu cara yang tepat untuk meningkatkan nilai aset dan membantu pencapaian tujuan keuangan tertentu. Investasi dapat memberikan keuntungan yang membantu akumulasi kekayaan lebih cepat. Seiring dengan itu, investasi juga memiliki risiko yang sebanding dengan peluang keuntungannya. Ketika kita berinvestasi tanpa memiliki proteksi asuransi apa-apa, hal itu menjadi berkali lipat risikonya.
Gambarannya seperti ini. Kita rutin berinvestasi di reksa dana atau saham untuk sebuah tujuan keuangan, sebesar Rp 2 juta perbulan. Nah, suatu ketika terjadi kejadian sakit di mana kita membutuhkan biaya perawatan cukup besar. Karena tidak memiliki asuransi kesehatan, pendapatan dan tabungan yang Kita miliki banyak terkuras untuk menutup biaya rumah sakit tersebut. Alhasil, alokasi dana investasi rutin sebesar Rp 2 juta per bulan juga ikut tersedot biaya rumah sakit. Akibatnya, tujuan keuangan terancam gagal dilakukan karena modal investasi tidak ada.
Hal sebaliknya yang terjadi bila ada asuransi, saat ada kejadian sakit, asuransilah yang akan menanggung biaya perawatan sehingga alokasi dana investasi rutin sebesar Rp 2 juta tetap bisa kita lakukan. Dengan begitu, tujuan keuangan tidak perlu terganggu oleh pengeluaran tak terduga karena ada Asuransi yang menanggungnya.
Baca Juga: Mengenal Jenis Investasi dan Cara Berinvestasi untuk Pemula
Dengan memahami empat risiko menunda Asuransi, sepertinya tidak ada lagi alasan untuk Kita mengabaikannya. Yuk, segera lengkapi kebutuhan proteksimu dengan memiliki Asuransi yang tepat!
Kami akan segera merespon pesan Bapak/Ibu pada jam operasional kami.
Error:
Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Kunjungi laman menarik lainnya:
Tentang Manulife
Manulife Indonesia melayani lebih dari 2,5 juta nasabah di Indonesia